1st Day (January 12, 2016)
Seperti
tahun–tahun sebelumnya, salah satu kegiatan praktek lapangan yang dilakukan
oleh para mahasiswa jurusan Usaha Perjalanan Wisata di Sekolah Tinggi
Pariwisata Sahid, adalah melakukan Jawa Barat Tour, kegiatan ini dilakukan oleh
mahasiswa semester 1, sekaligus sebagai ujian praktek mata kuliah Guiding dan
Perencanaan Operasional Perjalanan Wisata. Kali ini aku berkesempatan untuk
secara langsung mengamati kegiatan ini.
Tahun
ini ada 35 mahasiswa yang mengikuti kegiatan ini. Keberangkatan dari kampus
Pondok Cabe, dimulai sangat pagi sekali (03.00) dengan alasan agar tidak terjebak
macet selama perjalanan.
Gedung Sate - Pusat pemerintahan provinsi Jawa Barat |
Dihari
pertama dari Lima hari kegiatan West Java Overland akan dimulai dengan singgah terlebih dulu di Ibukota Provinsi Jawa
Barat, apalagi kalau bukan Kota Bandung, yang sangat terkenal dengan berbagai
objek wisatanya, mulai dari wisata kuliner, budaya hingga alam. Apalagi sejak Bandung
dipimpin oleh Kang Emil (Panggilan M. Ridwan Kamil) walikota-nya yang selalu mengaku
sebagai anak twitter; Panataan kota Bandung menjadi perhatian utamanya, berbagai
taman-taman baik yang sudah ada maupun yang baru dibangun dibanyak tempat dikota Bandung dengan
tema-tema yang menarik, seperti: taman Jomloh, taman Film, Taman, seni dll. Kota
Bandung seolah semakin menjadi trend setter bagi kota-kota lainnya di Indonesia.
Jam
07.00 kami sudah memasuki kota Bandung
via tol Cipularang, kami langsung naik ke jembatan Pasopati (Pasteur-Suropati)
yang membelah kota Bandung menjadi Bandung Utara dan Bandung Selatan,
diujungnya langsung terlihat gedung besar yang sangat terkenal “Gedung Sate”.
Gedung besar dengan ornamen tusuk sate yang berada dipuncak bangunannya kini
menjadi pusat pemerintahan provinsi Jawa Barat (Kantor Gubernur). Dengan bus yang bergerak lambat menyusuri
jalan-jalan utama yang berada di daerah elite kota Bandung, Setibanya di depan
Hotel Panghegar semua peserta diturunkan untuk berjalan kaki menuju salah satu ikon
wisata kota Bandung, yakni Museum Konfrensi Asia-Afrika yang berada di Gedung
Merdeka, sambil menyusuri Jalan Braga yang terkenal itu.
Papan nama Jl Braga |
Sejak
tahun 1900an, jalan Braga[1]
sudah terkenal dengan toko-toko dan tempat-tempat hiburan serta restoran dan bar
bagi orang-orang berkebangsaan Belanda dan Tionghoa. Bahkan pada tahun 1920-1930
dijalan ini menjadi pusat toko-toko dan boutique pakaian-pakaian yang mengambil
model dari Kota Paris sebagai kiblat Model saat itu, itu juga yang menyebabkan
Bandung sering kali disebut Paris van
Java. Apalagi di daerah ini terdapat berbagai penginapan dan hotel mewah
sebagai tempat singgahnya para kaum elit Hindia –Belanda (terutama para
pengusaha perkebunan di daerah Priagan), seperti Hotel Savoy Homann, Hotel
Preanger dll. Disini juga terdapat gedung Societeit
Concordia yang menjadi pusat pertemuan para hartawan warga Bandung. Di
kawasan ini kemudian dibangun berbagai gedung perkantoran dan bank-bank yang
semakin meramaikan kawasan jalan Braga dan sekitarnya.
Beberapa perkantoran yang berada di Jl Braga |
Gedung Bank yang ada di Jl. Braga |
Hingga
kini kawasan Braga menjadi kawasan pavorit tempat hiburan dan perbelanjaan bagi
pengunjungnya. Bangunan-bangunan yang berada di jalan Braga masih dilestarikan
sebagai peninggalan sejarah, sekaligus sebagai kawasan wisata. Bagunan-bagunan
kuno dengan gaya arsitek artdeco, banyak dijadikan background berphoto,
terutama bagi wisatawan yang datang ke Bandung.
Para mahasiswa yang sedang praktek Guiding di depan Gedung Merdeka |
Gedung
Merdeka yang menjadi salah satu tempat bersejarah bagi perjalanan kemerdekaan
Indonesia, sebagai tempat diselengarakannya Konfrensi Asia-Afrika di tahun 1955,
semakin menambah daya tarik kawasan kota tua Bandung ini. Gedung merdeka yang
dibangun pada tahun 1921 dengan C.P. Wolf Schoemaker sebagai arsiteknya. yang
di era Hindia Belanda bernama Societeit Concordia, lalu berubah menjadi Dai Toa
Kalkan pada saat Jepang menduduki Indonesia, hingga berganti nama menjadi
Gedung Merdeka oleh Presiden Soekarno saat diadakannya Konfrensi Asia-Afrika.
Penjelasan Guide Museum KAA |
Ruang diorama Konfresi Asia Afrika |
Berphoto bersama di Ruang KAA |
Ruang KAA |
Berbagai
koleksi atribut dan catatan sejarah kegiatan Konfrensi Asia-Afrika dikumpulkan
di gedung yang kini menjadi Museum Konfrensi Asia-Afrika (KAA). Beberapa mahasiswa
mendapatkan giliran untuk menjelaskan (guiding) kepada teman-temannya tentang
sejarah dan keberadaan kawasan Braga dan gedung Merdeka ini. Selama 1,5 jam
berada di dalam museum didampingi oleh guiding professional yang menjelaskan
sejarah KAA, diakhiri dengan pemutaran film sejarah KAA.
Jam
11.00, kami meninggalkan gedung Merdeka untuk singgah sebentar di Sabuga[2]
(Sasana Budaya Ganesha) ITB Convention Centre sebuah gedung serba guna yang
cukup terkenal di kota Bandung. Gedung yang memiliki kapasitas indoor bisa
mencapai 2000 orang ini, menjadi salah satu bagian tak terpisahkan dari Institute
Tehnologi Bandung, karena kegiatan Wisuda setiap tahunnya dilakukan digedung
ini. Setelah mendapatkan penjelasan dari pengelolah Sambuga, kami diajak site
inspection meninjau lokasi dan fasilitas yang dimiliki seperti Science Gallery, Kids Smart dan Dome
Theatre.
Makan Siang di Nu Art Galery |
Waktu
sudah menunjukkan pukul 12.00, hujan lebat mengiringi perjalanan kami menuju Nu Art Gallery
(NAG)[3] sebuah gallery karya-karya
seni pematung terkenal Indonesia, Nyoman Nuarta… Bagi yang pernah mengunjungi
pulau Bali, pasti sudah pernah melihat patung Garuda Wisnu Kencana…. itu adalah
salah satu master piece yang pernah ia kerjakan. Di NAG yang dibuka untuk umum sejak tahun 2000 yang lalu dengan luas
mencapai 3 Ha dan terletak di Jl. Sentra Duta Raya Bandung ini, selain Museum yang menampilkan
berbagai karya seni patung, sekaligus
juga menjadi workshop dan restoran terbuka yang dapat dikunjungi oleh umum. Menu
sederhana makan siang (Pecak kangkung, berbagai sambal khas Bali, Nasi putih
serta Ayam goreng) kami telah tersaji dengan rapih di restoran NAG saat kami tiba, rasanya mak yuss…..
apalagi diluar masih rintik hujan mengguyur kota Bandung… Selesai menikmati
santap siang, kami diajak berkeliling ke Museum NAG, didampingi oleh guide local, seperti halnya museum seni
lainnya, pengunjung dilarang memotret, sebagai perlindungan hak cipta bagi
seniman. Berbagai patung logam yang bernilai seni tinggi dengan harga ratusan
juta rupiah, ditampilkan dengan menarik
di museum 3 lantai tersebut.
Mengujungi Museum Nu Art |
Hujan sudah mulai redah, dan waktu sudah menunjukkan
pukul 14.00, perjalanan hari ini dilanjutkan menuju Saung Mang Udjo. Sanggar seni Angklung ini menjadi objek wisata yang wajib
dikunjungi saat berada di kota Bandung. Selama 2 jam para pengunjung akan
dihibur dengan berbagai seni pertunjungan ditampilkan di sini, mulai dari
tarian, wayang golek hingga musik-musik khas Sunda, yang sebagian besar diiringi
dengan alat musik Angklung. Para pengunjung bukan hanya dari dalam negeri namun
juga dan wisatawan manca negara. Saung Mang Udjo sendiri sudah berdiri sejak
tahun 1966 oleh Udjo Ngalagena dan Istrinya Uum Sumiati, beliau berdua dengan
gigih dan tekun menyebarkan dan melestarikan kebudayaan dan kesenian khas Sunda ini hingga diakui oleh mancanegara.
Team Angkung Mang Udjo telah mengunjungi berbagai negara untuk mengadakan
pertunjukkan musik Angklung.[4]
Pertunjukkan musik Anglung yang dimainkan oleh anak-anak |
Hujan
kembali mengguyur deras Kota Bandung, saat pertunjukan Angklung, selesai..
sambil menunggu hujan reda, kami
sempatkan untuk menikmati teh hangat dan somay Bandung di kantin Saung Mang
Udjo, dilanjutkan dengan sholat Magrib berjamaah.
Pukul
19.00, Hujan sudah berhenti, haru juga sudah mulai gelap… makan malam berupa
lunch box, kami nikmati dalam perjalanan menuju penginapan kami di rumah Bosca
yang berada Perkebunan Teh Malabar di daerah Pengalenggan, arah selatan Kota
Bandung. 3 jam perjalanan bus yang
menyusuri jalanan berliku, hujan gerimis serta kabut, tak terlalu dihiraukan,
karena sebagian besar mahasiswa sudah terlelap tidur. Jam 22.30 kami tiba di
rumah besar yang berada di dataran tinggi Pengalengan. Udara dingin sudah mulai
menusuk kulit. Oleh penjaga rumah kami diminta untuk menikmati hidangan sederhana berupa rebusan kacang,
singkong dan pisang serta bandrek, cukup
menghangatkan tubuh sebelum masuk ke kamar masing-masing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar