Senin, 01 Oktober 2018

MENEMBUS PENASARAN DI KOTA AMBON (Road Show mencari Emas Hijau Bagian 1)


Perjalanan ke timur Indonesia kali ini, selain memakan waktu lama juga cukup memompa andrenalin, Bagaimana tidak,  perjalanan yang dimulai dari minggu malam 01 Oktober 2018 ini, selalu dibanyangi oleh ketakutan akan kejadian bencana alam besar yang baru saja terjadi 2 hari sebelum keberangkatanku ke Ambon.

Bencana alam gempa bumi 7,4 richter dan tsunami besar di Palu, Sulawesi tenggara,yang menyebabkan lebih dari 2.000 orang meninggal dan masih banyak yang belum ditemukan karena terseret Tsunami serta terkubur dalam lumpur tanah dan air. Membuatku agak ragu untuk pergi, sampai dengan sehari sebelum keberangkatanku, namun karena sudah janji dan   kesempatan ini tak akan datang untuk kedua kali mengunjungi tempat yang paling bersejarah dalam kehidupan Bangsa Indonesia.
Sebelum terbang ke Ambon, kusempatkan untuk explore ke beberapa website dan blog untuk mencari lebih banyak informasi mengenai adat dan budaya orang-orang banda. Ternyata banyak sekali sejarah nya pulau-pulau kecil yang dulunya sangat berharga bagi orang-orang eropa yang mencari Emas Hijau (Pala dan Cengkeh). Portugis, Belanda dan Inggris pernah menguasai pulau-pulau kecil ini sejak abab ke 17.
Jakarta-Ambon 3jam perjalanan dengan pesawat langsung
Minggu malam jam 02.30, Darhani (Driver kantor) sudah mengirimkan pesan via WA kalau dia sdh menunggu depan rumah untuk mengantarkanku ke Bandara Halim Perdana Kusuma. Walaupun jadwal pesawatku baru akan berangkat 06.30 Wib tapi kami harus datang 2 jam sebelum keberangkatan, belum lagi kawasan Halim yang terkenal sering macet parah. Betul saja dalam perjalanan pintu tol Halim ditutup karena ada kendaraan yang terguling, terpaksa kami memperpanjang rute keluar dari pintu tol Tebet yang cukup jauh memutar, namun untung masih pagi sehingga lalu lintas masih cukup lenggang.  Jam 04.00 kami tiba di Bandara Halim, setelah check in dan loading lugagge, aku masih sempat keluar untuk mengambil uang cash di ATM serta mencari sarapan di salah satu gerai fast food yang berada dilingkungan bandara.
Banyak bangku yang kosong
Bisa sambil tidur-tiduran
Sebelum masuk ke ruang tunggu, masih sempat sholat subuh terlebih dulu di mussolah bandara, hanya butuh 30 menit aku menungu, panggilan untuk naik pesawat sudah diumumkan. Posisi pesawat yang harus ditempuh dengan bus, membuat proses boarding lebih awal. Didalam pesawat baru kusadari kalau penerbangan Batik Air yang langsung ke Ambon ini, hanya terisi 50%  saja, banyak kursi yang kosong, termasuk 2 kursi disampingku..lumayan bisa istirahat lebih nyaman dalam 3 jam penerbangan ini.
Posisi Restoran ini dekat dengan Kampus Universitas Pattimura
Jam 11.30 Wit pesawat landing di Bandara Pattimura – Ambon, sudah ada pak Madi dan pak Angki, staff dari Dinas Pariwisata Prov Maluku yang menjemputku, dalam perjalanan menuju kota Ambon, kami sempat mampir ke Rumah Makan Sari Rasa untuk menikmati ikan laut bakar yang menjadi pavorit orang Ambon. Sesuai jadwal, malam ini aku transit semalam di kota Ambon, sebelum melanjutkan perjalanan ke Kep Banda, Hotel Marina Ambon menjadi pilihan.

Masih ada cukup banyak waktu untuk explore kota Ambon. Beberapa mahasiswa asal Ambon sudah kucoba hubungi, namun ternyata hanya satu orang yang masih tinggal di Kota Ambon, Shaza namanya, ia adalah salah satu mahasiswa program beasiswa yang mewakili provinsi Maluku berkuliah di STP Sahid tahun lalu. Shaza baru bisa datang setelah jam 16.00 Wit, dan langsung menawarkan untuk mencicipi beberapa kuliner khas kota Ambon...yang pertama adalah menikmati kudapan kudapan sore di Coffee Shop ala Ambon, yakni di warung Kopi Tradisi Joast, hidangan yang ditawarkan adalah berbagai macam kopi dan panganan kecil. Pilihan kami adalah Kopi Jahe serta pisang Goreng dan Ubi Goreng yang menjadi menu andalan warung ini. Menurut Shaza, warung sederhana ini menjadi tempat persingahan banyak penjabat penting di Ambon maupun tamu-tamu Jakarta....
Kopi Jahe ala Warung Joast

Kopi dan Gorengan plus Sambal
Selain warung kopi Joast adalagi warung kopi yang cukup terkenal yakni Warung Kopi Shibu-shibu yang berada tak jauh dari warung kopi Joast. Selesai menikmati kudapan Sore, kami sempat mampir ke toko souevenir yang berada disamping warung kopi Joast, buat kenang-kenangan aku membeli sebuah T-Shirt Ambon manise..
Dengan naik angkot yang full musik, kami kemudian menuju pantai Natsepa untuk menikmati makanan khas orang Ambon lainnya yakni Rujak buah, sama dengan rujak-rujak yang ada di pulau Jawa yang membedakannya hanyalah tempatnya... karena sepanjang pantai Natsepa semua orang menjual rujak yang sama, dan anehnya...banyak yang beli.
Pantai Natsepa dengan para pedagang rujak buah
Menjelang Magrib, kami kembali ke pusat kota Ambon, sepanjang perjalanan Shaza menjelaskan beberapa bangunan yang rusak terbakar di sepanjang jalan sebagai akibat konflik agama tahun ditahun 1999 – 2002, bahkan ada beberapa diantaranya baru saja dibakar akibat kerusahan yang sempat terjadi lagi ditahun 2011. Kami berhenti tak Jauh dari Monumen Gong Perdamaian yang letaknya berhadap-hadapan dengan halaman Kantor Gubernur Maluku, disini pula berdiri patung Pattimura, sayang karena sudah gelap hasil jepreten kameraku tak sebagus disiang hari....
Kantor Gubernur Provinsi Maluku
Tugu Pattimura
 Menyusuri pertokoan dan pasar lama yang banyak menjajakan hidangan ikan bakar, kami berhenti disebuah kedai Coto Makassar untuk mengisi perut yang sudah kelaparan lagi.. karena waktu sudah pukul 20.00 Wit, Shaza berpamitan untuk langsung pulang, dan akupun pulang ke hotel dengan Ojek.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar