Perjalanan ke timur Indonesia kali
ini, selain memakan waktu lama juga cukup memompa andrenalin, Bagaimana tidak, perjalanan yang dimulai dari minggu malam 01
Oktober 2018 ini, selalu dibanyangi oleh ketakutan akan kejadian bencana alam
besar yang baru saja terjadi 2 hari sebelum keberangkatanku ke Ambon.
Bencana alam gempa bumi 7,4
richter dan tsunami besar di Palu, Sulawesi tenggara,yang menyebabkan lebih
dari 2.000 orang meninggal dan masih banyak yang belum ditemukan karena
terseret Tsunami serta terkubur dalam lumpur tanah dan air. Membuatku agak ragu
untuk pergi, sampai dengan sehari sebelum keberangkatanku, namun karena sudah
janji dan kesempatan ini tak akan
datang untuk kedua kali mengunjungi tempat yang paling bersejarah dalam
kehidupan Bangsa Indonesia.
Sebelum terbang ke Ambon,
kusempatkan untuk explore ke beberapa
website dan blog untuk mencari lebih banyak informasi mengenai adat dan budaya
orang-orang banda. Ternyata banyak sekali sejarah nya pulau-pulau kecil yang
dulunya sangat berharga bagi orang-orang eropa yang mencari Emas Hijau (Pala dan Cengkeh).
Portugis, Belanda dan Inggris pernah menguasai pulau-pulau kecil ini sejak abab
ke 17.
Jakarta-Ambon 3jam perjalanan dengan pesawat langsung |
Minggu malam jam 02.30, Darhani
(Driver kantor) sudah mengirimkan pesan via WA kalau dia sdh menunggu depan
rumah untuk mengantarkanku ke Bandara
Halim Perdana Kusuma. Walaupun jadwal pesawatku baru akan berangkat 06.30
Wib tapi kami harus datang 2 jam sebelum keberangkatan, belum lagi kawasan Halim
yang terkenal sering macet parah. Betul saja dalam perjalanan pintu tol Halim
ditutup karena ada kendaraan yang terguling, terpaksa kami memperpanjang rute
keluar dari pintu tol Tebet yang cukup jauh memutar, namun untung masih pagi
sehingga lalu lintas masih cukup lenggang.
Jam 04.00 kami tiba di Bandara Halim, setelah check in dan loading lugagge,
aku masih sempat keluar untuk mengambil uang cash di ATM serta mencari sarapan
di salah satu gerai fast food yang
berada dilingkungan bandara.
Banyak bangku yang kosong |
Bisa sambil tidur-tiduran |
Sebelum masuk ke ruang tunggu, masih
sempat sholat subuh terlebih dulu di mussolah bandara, hanya butuh 30 menit aku menungu, panggilan
untuk naik pesawat sudah diumumkan. Posisi pesawat yang harus ditempuh dengan
bus, membuat proses boarding lebih
awal. Didalam pesawat baru kusadari kalau penerbangan Batik Air yang langsung
ke Ambon ini, hanya terisi 50% saja,
banyak kursi yang kosong, termasuk 2 kursi disampingku..lumayan bisa istirahat
lebih nyaman dalam 3 jam penerbangan ini.
Posisi Restoran ini dekat dengan Kampus Universitas Pattimura |
Jam 11.30 Wit pesawat landing di Bandara Pattimura – Ambon,
sudah ada pak Madi dan pak Angki, staff dari Dinas Pariwisata Prov Maluku yang
menjemputku, dalam perjalanan menuju kota Ambon, kami sempat mampir ke Rumah Makan Sari Rasa untuk menikmati
ikan laut bakar yang menjadi pavorit orang Ambon. Sesuai jadwal, malam ini aku
transit semalam di kota Ambon, sebelum melanjutkan perjalanan ke Kep Banda,
Hotel Marina Ambon menjadi pilihan.
Masih ada cukup banyak waktu
untuk explore kota Ambon. Beberapa mahasiswa asal Ambon sudah kucoba hubungi,
namun ternyata hanya satu orang yang masih tinggal di Kota Ambon, Shaza
namanya, ia adalah salah satu mahasiswa program beasiswa yang mewakili provinsi
Maluku berkuliah di STP Sahid tahun lalu. Shaza baru bisa datang setelah jam
16.00 Wit, dan langsung menawarkan untuk mencicipi beberapa kuliner khas kota
Ambon...yang pertama adalah menikmati kudapan kudapan sore di Coffee Shop ala
Ambon, yakni di warung Kopi Tradisi Joast,
hidangan yang ditawarkan adalah berbagai macam kopi dan panganan kecil. Pilihan
kami adalah Kopi Jahe serta pisang Goreng dan Ubi Goreng yang menjadi menu
andalan warung ini. Menurut Shaza, warung sederhana ini menjadi tempat
persingahan banyak penjabat penting di Ambon maupun tamu-tamu Jakarta....
Kopi Jahe ala Warung Joast |
Kopi dan Gorengan plus Sambal |
Selain warung kopi Joast adalagi
warung kopi yang cukup terkenal yakni Warung
Kopi Shibu-shibu yang berada tak jauh dari warung kopi Joast. Selesai
menikmati kudapan Sore, kami sempat mampir ke toko souevenir yang berada
disamping warung kopi Joast, buat kenang-kenangan aku membeli sebuah T-Shirt
Ambon manise..
Dengan naik angkot yang full
musik, kami kemudian menuju pantai Natsepa untuk menikmati makanan khas orang
Ambon lainnya yakni Rujak buah, sama dengan rujak-rujak yang ada di pulau Jawa
yang membedakannya hanyalah tempatnya... karena sepanjang pantai Natsepa semua orang menjual rujak yang sama, dan
anehnya...banyak yang beli.
Pantai Natsepa dengan para pedagang rujak buah |
Menjelang Magrib, kami kembali ke
pusat kota Ambon, sepanjang perjalanan Shaza menjelaskan beberapa bangunan yang
rusak terbakar di sepanjang jalan sebagai akibat konflik agama tahun ditahun
1999 – 2002, bahkan ada beberapa diantaranya baru saja dibakar akibat kerusahan
yang sempat terjadi lagi ditahun 2011. Kami berhenti tak Jauh dari Monumen Gong Perdamaian yang letaknya
berhadap-hadapan dengan halaman Kantor Gubernur Maluku, disini pula berdiri patung Pattimura, sayang karena sudah
gelap hasil jepreten kameraku tak
sebagus disiang hari....
Kantor Gubernur Provinsi Maluku |
Tugu Pattimura |
Menyusuri pertokoan dan pasar
lama yang banyak menjajakan hidangan ikan bakar, kami berhenti disebuah kedai
Coto Makassar untuk mengisi perut yang sudah kelaparan lagi.. karena waktu
sudah pukul 20.00 Wit, Shaza berpamitan untuk langsung pulang, dan akupun
pulang ke hotel dengan Ojek.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar