Alhamdulillah.. hanya itu yang terus aku ucapkan atas
rezeki dari-Nya. Benar-benar diluar perkiraanku , ini untuk kedua kalinya
IMIS-ESTHUA fakultas tempatku melanjutkan S3, mensponsori kepergianku ke
Indonesia. walaupun kali ini hanya untuk sekali perjalanan pulang ke Indonesia,
namun bonus yang didapat bukan hanya perjalanan Paris-Jakarta, tapi juga
Jakarta-Yogyakarta-Bali juga ditanggung mereka….alhamdulliallah.
Ini semua tak lepas dari usaha keras
Mm. Sylvine, selaku pembimbingku untuk menyakinkan pihak IMIS-ESTHUA, bahwa
kehadiranku sebagai Liason Officer dalam kerjasama dengan pihak Indonesia,
khususnya para stakeholder di
Yogyakarta, sangat dibutuhkan.
Seminggu sebelum keberangkatan,
kepastian tiket baru aku peroleh setelah pihak keuangan ITBS mengirimkan email
terkait e-ticket Malaysia Airlines dan
Garuda Indonesia untuk kepulanganku ke Indonesia. Begitupula dengan tiket
kereta (TGV) Angers-Charles de Gaulle (CDG), sekali lagi aku mendapat suprised,
bagimana tidak selama hampir 3 tahun di Perancis, baru kali ini aku mendapatkan
kesempatan tiket TGV kelas 1 .
Kamis, 21 Maret 2014, jam 05.30 aku
sudah keluar dari kamar studio 133, Residence Einstein, tempat tinggalku selama
ini. udara sejuk (10°C) awal musim semidan langit yang sudah mulai terang menemani
perjalanan tram menuju La Gare (Stasiun Kereta). Sesuai dengan tiket yang
dikirimkan oleh pihak kampus, TGV tujuan CDG yang pertama 06.45 yang akan aku
tumpangi.
Tak lama menunggu di stasiun, muncul
M. Violier, Mm. Sylvine dan Mm.
sebenarnya masih ada satu orang lagi delagasi dari ITBS yang akan
mengikuti Konfrensi di Bali kali ini, yakni Mm.Gwanelle, namun ia telah
terlebih dulu berangkat ke Paris beberapa hari sebelumnya. jadilah kami ber4
yang berangkat dari Angers pagi ini.
06 .40
TGV no 5252 dari Nantes memasuki voie
(line) C stasiun St. Laud Angers. Segera kunaikan tas besarku ke voiture (gerbong) 1st , ya
gerbong executive class/Class 1. Hanya gerbong no 1 dan 2 saja sisanya kelas 2,
namun bagiku tak ada yang berbeda antara kelas 1 dan 2, hanya tempat duduknya
yang lebih besar dan lebih luas. Mm Sylvine memangilku untuk duduk bersama
dengan mereka, ternyata mereka berada di gerbong no 2, duduk berhadapan dengan
pejabat kampus (M. Violier selain sebagai pembimbing utamaku, ia juga Dekan
ITBS) agak canggung rasanya. Apalagi sepanjang perjalanan mereka lebih banyak
mendiskusikan tentang pekerjaanya dengan Mm
Sylvine dan Mm jadilah aku pendengar yang baik, sesekali mereka
menanyakan kepadaku tentang kondisi Indonesia terkini, terutama Yogyakarta dan
hal-hal lain terkait rencana kerjasama ITBS dengan UGM. Untungnya sebelum
berangkat sudah kusiapkan beberapa informasi tentang Yogyakarta dan sekitarnya,
baik dalam bahasa Inggris maupun bahasa Perancis, paling tidak membantu mereka
memahami penjelasanku dalam bahasa Perancis yang masih terbata-bata.
2,5
jam perjalanan Angers-CDG tak terasa, tepat jam 09.11 TGV kami tiba di Stasiun
CDG Rossy. Keluar dari stasiun kami langsung menuju terminal I yang letakknya
di timur terminal II dimana stasiun TGV berada, dengan menggunakan shuttle
train, lolasi counter Malaysia Airlines tidak sulit untuk dicari, dan belum
banyak penumpang yang check in. Mm Gwenaelle tiba di counter MH tak lama
setelah kami selesai check in.
Karena
tadi pagi kami belum sempat sarapan, maka kami putuskan untuk mencari café yang
tak jauh dari MH Counter. Aku sendiri hanya membeli 1 Croissant dan Coklat
Panas, seharga 6,70€ yang harganya cukup mahal untuk kantong mahasiswa
sepertiku.
Selesai
menikmati sarapan pagi, kami putuskan untuk langsung menuju gate 22 dimana
pesawat MH 21 akan diberangkatkan. Suasana ruang tunggu gate 22, sudah penuh
dengan penumpang, sebagian dari mereka adalah rombongan orang-orang melayu
Malaysia yang baru pulang dari melancong
namun jumlah seluruh penumpang tak lebih dari 200an orang, separuh dari
kapasitas pesawat Airbus A330 (tipe terbaru yang mampu mengangkut 500-600 penumpang). Mungkin tragedy hilangnya
MH 270, beberapa hari yang lalu masih mempengaruhi orang untuk mengunakan
maskapai Malaysia Airlines, dan benar saja.. baru beberapa menit kami duduk
dalam kabin pesawat yang katanya tipe terbesar saat ini, pramugara pesawat
mempersilakan kami jika ingin pindah ke
kursi-kursi yang kosong.
Dengan
cepat aku langsung pindah ke barisan bangku di depanku yang masih kosong,
lumayan deretan 4 kursi kosong ini bisa membuat tubuhku tidur berbaring selam
19 jam perjalanan nonstop Paris-Kualalumpur. Mm Sylvine sampai kaget melihat
gerak cepatku pindah tempat duduk, hingga ia berteriak “ Hi Asep, where are you
going? we have work on our paper!! so don’t go away from me….” aku hanya
tersenyum dan menjawab “ I just go to next row… and we will work on it, when
you’re ready.. benar saja tak lama setelah take off, kulihat Mm Sylvine sudah
tertidur, begitu juga dengan rombongan lainnya, hanya M.Violier yang masih
sibuk dengan notebook-nya, sepertinya ia sedang mempersiapkan materi
presentasinya.
Suasana KL International Airport |
Perjalanan
Pari-Kualalumpur selama ±19 jam, cukup
menyenangkan Interior pesawat baru ini lebih lengkap dan menarik terutama
entertainment channel yang disediakan cukup variatif, sebagian besar film box
office terbaru. Hanya satu jam aku dan Mm.Sylvine sempat berdiskusi tentang materi yang akan
kami presentasikan pada seminar di Bali nanti, sisanya sibuk menikmati hiburan
di channel entertainment masing-masing.
Sabtu,
22 Maret 2014
Jam
06.30 Pesawat mendarat di Kuala Lumpur International Airport. kami hanya punya
waktu 2 jam transit di airport yang cukup sibuk ini. Prioritas utama kami
adalah mencari terlebih dahulu Gate.. dimana pesawat berikutnya (MH) akan
diberangkatkan dari KL menuju Jakarta. Ternyata Gate tersebut berada di
terminal II yang harus ditempuh dengan menggunakan Shuttle Train. Terminal II
memang diperuntukkan untuk pesawat-pesawat Malaysia Airlines yang melayani
jalur penerbangan regional Asia, dengan jarak tempuh yang tak terlalu jauh
(short haul) 1-2 jam, sedang terminal I, untuk rute-rute penerbangan Long Haul,
dengan pesawat-pesawat berbadan lebar, tentu saja terminal I lebih besar dan
lebih ramai disbanding terminal II.
Memasuki
gate ;; kami disodori form beacukai dan keimigrasian Indonesia, cukup
merepotkan juga mengisinya, walaupun tak banyak pertanyaan. Menurutku ini sama
sekali tidak praktis.. Pesawat MH take off terlambat 15 menit dari jadwal. Pagi
ini cukup cerah, pesawat dengan kapasitas ± 200 ini penuh dengan penumpang dari
Malaysia yang ingin menghabiskan “week end” di Indonesia, khususnya Jakarta dan
Bandung.
Pesawat
harus beputar-putar selama 15 menit diatas Jakarta dan sekitarnya, karena
menunggu giliran panjang untuk landing di Soekarno-Hatta International Airport.
Hmm ini memang menjadi pembicaraan tingkat nasional yang belum ada penyelesaian,
kepadatan lalu lintas pesawat di CGK sudah melebihi kemampuannya yang berakibat
pada “kebiasaan” telatnya jadwal penerbangan, terutama jalur domestic dari/ke
CGK.
Terlambat
30 menit dari jadwal yang sudah aku susun, berimbas pada proses imigrasi dan
pengambilan barang, semua jadi molor,
untuk menghindari keterlambatan check in pada pesawat GA yang akan membawa kami
ke Yogyakarta, dengan setengah panik, kuminta petugas Angkasa Pura untuk
membantu kami check in, syukur masih ada waktu 1 jam kami menunggu boarding.
Tapi kesempatan untuk bertemu dengan anak-istri yang sudah menunggu di CGK
hanya 15 menit saja! tapi tak apalah, yang penting semua berjalan lancar..
Sambil
kuperkenalkan istri dan anak-anakku kepada M. Violier dll, aku langsung
berpamitan kepada mereka, kulihat muka sedih Audy (anak ke 2) karena hanya
bertemu sebentar, tapi kusampaikan kalau “minggu depan ayah sudah kembali ke
Jakarta”
Perjalanan
Jakarta –Yogyakarta, cukup menegangkan, bagaimana tidak selama 45 menit
penerbangan, cuaca sangat tidak bersahabat.. awan putih tebal membuat pesawat
terguncang-guncang keras dan yang paling mendebarkan adalah saat landing…
rasanya pesawat masih meluncur sangat cepat sedang landasannya tak terlalu
panjang, posisiku yang tepat berada disamping sayap bisa melihat jelas
bagaimana rem pesawat (disayap) yang naik turun, berusaha untuk memperlabat
laju pesawat.
Mm.Veronique Mondeau, M. Violier, and Mm. Gweanelle |
Rencana
untuk langsung mengunjungi Candi Borobudur kami ubah, mengingat waktu yang
sudah cukup siang, Selesai memasukkan tas kedalam mobil, kami menuju Candi
Prambanan yang jaraknya ± 10 km dari Bandara.
Cukup
sulit untuk mencari guide yang mampu berbahasa Perancis, dari sekian banyak
guide yang terdaftar di Information Office, hanya ada 2 orang dan itupun
terkadang merangkap juga sebagai guide Indonesia dan Inggris. 15 menit menunggu
mereka kembali, namun tak muncul juga, akhirnya kami putuskan untuk mengunjungi
Candi Prambanan ini tanpa guide, hanya berbekal brochure berbahasa Perancis
yang tersedia di Information Office.
M.
Violier sangat antusias sekali melihat candi-candi yang terdapat dikomplek
Candi Prambanan ini (Siwa, Wisnu, Brahmana). Bahkan saat kutawarkan untuk
melihat candi Roro Mendut yang jaraknya cukup jauh, iapun segera menyetujuinya
Berphoto didepan Candi Prambanan |
Perjalanan
panjang dan melelahkan ini kami akhiri dengan chek in di hotel Phoenix, salah
satu heritage hotel di kota Yogyakarta yang dikelolah oleh accor group dengan M
Gallery. Kedatangan kami lansung dismabut oleh Thomas, GM hotel yang juga orang
Perancis. Dialah yang menawarkan kepada kami untuk tinggal di hotel ini dengan
harga special. walaupun dengan harga khusus, tetap saja masih mahal untuk
ukuran kantongku, Aku sudah memesan kamar di losmen yang tak jauh dari hotel
tersebut.
Dihotel
inipula IMIS ESTHUA akan menjamu beberapa stakeholder pariwisata di Yogyakarta
(Dinas Pariwisata DI Yogyakarta, Univesitas Gadjah Mada dan PT.Taman Candi Barobudur)
untuk makan malam bersama, sekaligus penjajakan kerjasama yang dapat dilakukan
oleh IMIS ESTHUA bagi pariwisata di Yogyakarta.
Jam
18.30, belum ada tamu undangan yang muncul, khawatir juga aku… namun Thomas
menenangkan bahwa biasanya tamu-tamu pemerintah datang 30-60 menit dari jadwal
undangan. Benar saja.. jam 19.00 hampir semua undangan tiba. Alhamdulillah..
tidak sia-sia aku menyusun dan mengundang mereka selama ini.
Suasana Dinner dengan para stakeholder pariwisata Yogyakarta |
Pertemuan
yang dihadiri oleh pimpinan tiap-tiap lembaga ini cukup berjalan lancar, banyak
ide dan kerjasama yang bisa dilakukan oleh UniversitĂ© d’Angers (IMIS ESTHUA)
baikdengan pihak Pemda DI Yogyakarta, PT. Taman Candi maupun kepada UGM. Jamuan
makan malam berakhir jam 21.30
Minggu, 23 Maret
Pukul
08.30 aku sudah berada di Lobby hotel, tak lama ikut menikmati sarapan di
restaurant hotel bersama M. Violier dkk, walaupun aku bukan tamu di hotel
tersebut, tapi cuek aja, apalagi para
petugas hotel tahu kalau aku menemani tamu-tamu GM mereka.
Rute
perjalanan dari pagi hingga malam nanti akan cukup melelahkan, mengunjungi
Borobudur, lalu berkunjung ke Gunung Merapi dan terakhir ke Desa Wisata Penting
Sari, yang semuanya lumayan jauh dari Kota Yogyakarta.
M. Violier dan Mm Sylvine menunganggi Gajah di taman Candi Borobudur |
Kali ini kami ditemani seorang guide
berbahasa Perancis saat mengunjungi Candi Borobudur. Sejak dari candi Prambanan
kemarin, Mm Sylvine suda mengingatkanku tentang keinginannya untuk menungaangi
Gajah. ini adalah ke-3 kali ia mengunjungi Candi Borobudur dan tiap kali
keinginannya untuk naik gajah belum pernah terwujud. Kali ini keinginan
tersebut dapat terwujud, bukan hanya Mm Sylvine tapi juga M.Violier dan Mm.. ikut menunganggi Gajah, walaupun hanya
berkeliling beberapa ratus meter di kawasan tamn candi, namun mereka terlihat
cukup « exiciting » sekali. Aku dan Mm Gweanelle tak ikut naik ke
puncak candi Borobudur karena cuaca yang panas sekali dan “cukup” membosankan
bagiku..
Berphoto bersama di depan Candi Borobudur |
Selesai
berkeliling Candi Borobudur, perjalanan kami lanjutkan mnuju Gunung Merapi,
setelah sebelumnya kami sempat menikmati makan siang dengan menu tradisional disalah
satu restaurant Indonesia.
Desa…
yang mengalami kerusakan terparah akibat letusan Gunung Merapi di tahun 2009,
dimanan salah satu korban meninggal adalah “Mbah Marijan” yang dianggap sebagai
juru kunci Gunung teraktif di Indonesia ini. Kini desa tersebut berubah menjadi
desa tujuan wisata utama bagi wisatawan nusantara maupun wisatawan asing yang
ingin melihat lebih dekat dampak dari letusan Gunung Merapi. Berbagai aktivitas
ditawarkan oleh masyarakat setempat, mulai dari adventure mengendarai Jeep, motor
trail hingga ojek motor untuk mendekati puncak Gunug Merapi. Tapi Mm Sylvine
dan M. Violier menolak saat kutawarkan untuk menggunakan ojek naik keatas untuk
melihat lebih jelas puncak Gunug Merap. Jalan yang menanjak sejauh 1km kami
lakukan dengan berjalan kaki.. capek sekali rasanya, tapi buat Mm Sylvine ini suatu
tantangan.
Hanya 20 menit kami berada diatas,
waktu sudah menunjukkan pukul 15.30, kami harus segera turun untuk melanjutkan
perjalanan mengunjungi desa Wisata Penting Sari. Desa wisata ini berada di kaki
Gunung Merapi, searah jalan menuju kota Yogyakarta. Mm Sylvine dan M.Violier
sangat tertarik akan manajemen desa wisata ini yang mampu menerapkan
sustainable tourism. Mengelilingi desa penting Sari dengan dipandu oleh bapak …
membuat delegasi IMIS ESTHUA lebih memahami pengembangan pariwisata yang
melibatkan peran serta masyarakat sekitar (CBT)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar