|
Pelabuhan Tulehu - Ambon |
Setelah semalamam ditonton tv
(karena tertidur didepan tv yang masih menyala hingga pagi), jam 06.00Wit aku sudah
bangun untuk sholat shubuh dan mempersiapkan diri untuk perjalanan panjang
menuju kepulauan Banda. Jam 07.30 pak Angki dari Disparda Provinsi Maluku sudah mengetuk pintu
kamarku untuk mengantarku ke pelabuhan Tulehu. Masih sempat menikmati sarapan
ala kadarnya di hotel Marina ini. Perjalanan menuju pelabuhan
Tulehu, memakan waktu 45 menit dari kota Ambon, setelah sempat mampir terlebih dahulu di Kantor Disparda Provinsi Maluku yang berada searah
dengan pejalanan kami untuk menjemput pak Madi.
Pelabuhan Tulehu yang berada di Kecamatan Salahutu
Kabupaten Maluku tengah, dari pelabuhan ini kapal cepat, kapal kayu dan
speedboat melayani beberapa rute perjalanan ke pulau-pulau disebelah timur
teluk Ambon di Provinsi Maluku di layani, seperti Pelabuhan Amahai di Pulau
Seram, Pulau Saparua, hingga Kepualauan Banda.
|
Para porter berebut mangsa |
Begitu tiba di Pelabuhan Tulehu,
para porter barang sudah menyerbu mobil kami untuk menawarkan jasa tenaga mengangkut
barang. Mirip dengan apa yang aku lihat di Youtube, mereka memeriksa mobil kami
seperti orang yang mencari sesuatu, mungkin mereka tidak berniat kriminal dan
biasa bagi mereka, namun untuk tamu-tamu yang tidak terbiasa perlakuan seperti
itu membuat perasaan kurang nyaman dan aman.
Tak lama menunggu, pak Madi telah
membeli 2 buah tiket kapal cepat tujuan Banda Neira, harganya cukup mahal untuk
1 orang penumpang kelas ekonomi adalah Rp 400.000, sedang untuk kelas VIP Rp
600.000. Hanya aku dan pak Madi yang ke Pulau Banda, sedang pak Angki kembali ke kota
Ambon. Kapal cepat Cantika Torpedo yang diproduksi oleh perusahaan Indonesia ini,
cukup nyaman dengan AC lengkap dengan alat perlengkapan keselamatannya. Dari
kapasitas sekitar 100 penumpang hanya sebagian yang terisi yang sebagian besar
adalah wisatawan asing.
|
Kapal cepat yang membawa kami ke Banda Neira |
Tepat jam 09.00 Wit kapal mulai
bergerak meninggalkan pelabuhan, terlihat disekitar pelabuhan beberapa kapal
wisata yang berlabuh. Selama perjalanan selama 7 jam, ombak besar dan laut biru
gelap (yang menandakan kedalaman laut lebih dari 4000m) menjadi pemandangan.
Jam 16.00Wit kapal kami mendekati kepulauan Banda.
|
Pulau Api |
Puncak gunung Api yang berada
ditengah-tengah kepulauan terlihat jelas, memasuki teluk terlihat dua buah kapal pesiar kecil baik yang berbentuk kapal layar Phinisi dan kapal cepat mewah.
Tulisan Welcome to Banda Neira, menjemput kami di kepulauan yang sudah
terkenal ke seantero dunia sejak abad 17.
|
Kapal Phinisi dan Kapal Pesiar yang membawa wisatawan asing |
Turun dari kapal, penampakan yang
sama juga dirasakan seperti saat di pelabuhan Tulehu, Porter menyerbu kami
seperti semut yang menghampiri gula yang baru datang...Pelabuhan Banda Neira
tidak terlalu besar, namun karena lautnya yang dalam, tiap 2 hari sekali akan
ada Kapal PELNI besar yang bersandar di pelabuhan ini.
|
Selamat datang di Banda Neira |
Keluar dari Pelabuhan, sudah
terlihat bangunan-bangunan kuno peninggalan jaman VOC yang masih berdiri kokoh,
beberapa diantaranya masih dibiarkan seperti aslinya, khususnya beberapa rumah
bekas pengasingan tokoh-tokoh pergerakan nasional (Hatta, Syahrir, HOS
Cokroaminoto, Ciptomagunkusumo, dll), Museum serta Guest House sebagian lainnya
sudah berubah peruntukan seperti sekolah/ Perguruan Tinggi atau dihuni oleh beberapa
ahli waris.
|
Salah satu bangunan tua kota Banda Neira |
|
Belum ditempatkan pada tempatnya |
|
Delfika Guest House |
Mural Welcome to Banda Neira juga
menghiasi beberapa dinding bangunan kuno, sepanjang perjalanan menuju
penginapan, aku melihat beberapa artefak bersejarah seperti meriam-meriam kuno
masih terserak di jalanan, mungkin belum sempat diselamatkan atau ditempatkan
pada tempat yang seharusnya.
|
Mural di dekat Pelabuhan |
Cilu Bintang Estate, menjadi
tempat menginap selama berada di Banda Neira ini, walaupun cukup jauh dari
pantai dan pelabuhan dibandingkan dengan Guest House lainnya, namun
posisinya sangat strategis karena berada di antara situs-situs bersejarah
Kepulauan Banda, yakni Benteng Belfica yang berada didepannya, Benteng Nassau
yang berada di Sebelah Kanannya serta Tugu Parigi Rante disebelah
kirinya...serta Rumah Sakit dan kantor Pos Banda yang berada tepat dibelakang
Guest House ini.
|
Pintu Gerbang Cilu Bintang |
Memasuki Cilu Bintang, serasa
memasuki alam kolonial saat VOC masih berada di pulau ini, desain bangunan yang
khas dengan pilar-pilar besar, serta atap bangunan yang tinggi, membuat
sirkulasi udara terasa nyaman. Welcome drink berupa Teh Pala dan Kayu manis
menjadi pelega tenggorokan, setelah menempuh perjalanan panjang. Buah segar
pala, cengkih dan kayu manis menjadi hiasan utama guest house ini.
|
Emas Hijau Pulau Banda |
Ornamen-ornamen yang ditampilkan
sangat antik dan menarik, beberapa peta dan keramik hiasan dinding masih
orisinil, walaupun sebagian lagi hasil reproduksi.
Sambutan ramah yang langsung
dilakukan oleh pemilik Cilu Bintang yakni Abba Afrizal, cukup berkesan. Kamar
yang disediakan untukku adalah Neira Abba, sebuah kamar standar yang berada
dibelakang bangunan besar dan berada dekat dengan kitchen.
|
Inilah kamar tempatku beristirahat di Pulau Banda |
|
Art Towel |
Kesan pertama saat
memasuki kamar adalah WOW.... jauh sekali dari banyanganku saat menerima tugas
ini. Aku pikir akan tinggal di Homestay sederhana yang hanya memiliki fasilitas
sederhana, jauh dari teknologi Internet ataupun televisi dan kemajuan dunia
modern lainnya. Ternyata aku keliru, di Cilu Bintang fasilitas kamar bintang
lima tersedia disini lengkap dengan fasilitas
hot water, wc duduk, wifi... luar
biasa. Tak salah jika sebagian besar penghuni Cilu bintang adalah tamu-tamu
asing yang berasal dari berbagai negara di Eropa.
|
Reception Cilu Bntang |
|
Ruang tengah yang sekaligus gallery |
Tempat tidur kayu, dengan hiasan
tirai kelambu, serta kain tenun khas timor menjadi pusat perhatian kamar ini,
nyaman sekali, apalagi terpasang AC yang cukup menyejukkan. Melihat tatanan
Handuk yang masih ala kadarnya, keinginan untuk berkreasi muncul skaligus
praktek art towel yang besok menjadi bahan pelatihanku. He..he...
Berkeliling melihat fasilitas
Cilu Bintang, membuatku semakin terkesan, berbagai benda-benda bersejarah
ditampilkan sebagai ornamen dan juga galeri yang menjadi suvenir bagi
pengunjung yang berminat memilikinya.
|
Beberapa koleksi peninggalan VOC |
|
Ornamen dan photo-photo yang tersusun rapih |
Rasa ingin mengetahui lebih banyak
tentang pulau bersejarah ini, membuatku segera berkemas untuk berkeliling
sebelum matahari tengelam, masih ada 2 jam sebelum Azan Magrib berkumandang..
Keluar dari Cilu bintang, terlihat menara suar tinggi yang merupakan peringatan
dini Tsunami milik BNPB, dan Kampus Cabang Politeknik Negeri Ambon, yang
menempati gedung tua..
|
Menara Sirene Peringatan Tsunami |
|
Kampus Politehnik Negeri Ambon |
Tak disangka, posisi Tugu
bersejarah Parigi Rante (sumur tempat pembantaian para pejuang Banda) berada
tepat disebelah Cilu Bintang Estate, namun tak terasa sama sekali kesan
angker/mistis dari tempat ini, mungkin bagi masyarakat lokal hanyalah tugu
biasa. Menyusuri jalanan lebih ke belakang, kantor pos Banda yang mempati
bangunan tua, serta Rumah Sakit Banda... belok kesebelah kanan sudah nampak
situs-situs bangunan tua yang menjadi ikon pulau Banda Neira, yakni istana mini
yang dibangun oleh.... sebagai rumah gubernur jenderal, rumah-rumah yang
menjadi tempat tinggal para pejabat VOC serta
bangunan Societe (tempat berkumpulnya mereka),
|
Tugu Peringatan Parigi Rante |
Terus menyusuri jalanan menunju
ke utara, banyak bangunan-bangunan pemerintahan baru dibangun mulai dari masjid
al Muhajiri, kantor Kejaksaan, kantor Polsek Banda, hingga SD, RA dan SMP
Negeris 01 Banda. Disamping Polsek Banda, aku temu gedung bersejarah yang
menjadi tempat tinggal Dr. Ciptomangukusumo, salah satu tokoh pergerakan yang
namanya diabadikan sebagai Rumah Sakit terbesar dan terkenal di Jakarta. rumah
pengasingan ini masih seperti bentuk aslinya, walaupun tetap dipelihara, namun
sepertinya belum maksimal dan tak terlalu menarik untuk orang mengunjunginya.
|
Rumah pengasingan Dr.Ciptomangukusumo |
Berjalan menyusuri jl. Dr.
Rehatta , yang menjadi jalan utama pulau Banda Neira, semakin banyak
bangunan-bangunan bersejarah yang aku temui, yang paling menarik tentunya rumah
tinggal Sutan Syahrir dan rumah Dr. Moh Hatta, mereka yang kemudian pernah
menjadi orang-orang hebat dan penting dalam pemerintahan Republik Indonesia
(Perdana Menteri Sutan Syahrir 1945-1947 dan Wakil Presiden Moh Hatta 1945-1956).
|
Rumah Pengasingan Dr. Moh Hatta |
|
Rumah pengasingan Bung Hatta |
|
Masih seperti aslinya |
|
Halaman Belakang |
|
Masih seperti aslinya |
Yang menarik adalah bangunan
Rutan Banda yang tepat berada disamping Rumah pengasingan Moh Hatta. Sempat
berbincang dengan sipir penjaga rutan, jumlah tahanan rutan ini tak terlalu
banyak. Tepat didepan rutan ini adalah Pengadilan Tinggi Ambon Cabang Banda,
jadi tahanan selesai divonis tak perlu berkedaraan langsung diantar berjalan
kaki ke rumah tahananya, praktis...
|
Rutan Pulau Banda |
Sepanjang jalan banyak
rumah-rumah tua yang tak berpenghuni (menurut keterangan ibu Dilla, istri dari
pak Afrizal, dulu rumah-rumah tersebut dihuni oleh orang-orang Indo yang
menjadi keturunan dari orang-orang Belanda Banda, namun sejak terjadinya perang
sektarian Maluku yang berlangsung 1999 – 2000, banyak dari mereka yang beragama
kristen mengungsi dan meninggalkan kota Banda yang mayoritas beragama Islam).
Beberapa dinding rumah kosong dipasang mural-musal sejarah yang menarik. Sebuah
desa atau kelurahan di Banda mereka sebut dengan negeri, jadi jangan kaget
kalau masyarakat banda sering menyebut mereka berasal dari negeri dwiwarna atau
negeri nusantara, untuk menyebutkan asal desa mereka.
|
Batas antar negeri |
|
Mural di dinding rumah tak bertuan |
Salah satu benteng yang masih
berdiri kokoh adah Benteng belgica, yang bentuknya segilima (pentagon). Benteng
ini mulai dibangun tahun 1611 Oleh
Gubernur Jenderal Pieter Both, diatas bukit setinggi 30 meter dpl. Benteng ini
sebagai penganti Benteng Nassau yang berada dipinggir pantai tepat dibawah
bukit dan sering menjadi sasaran empuk
penduduk asli Neira. Adrian de Leeuw tercatat sebagai arsitek yang
merubah benteng Belgica menjadi benteng yang kokoh dan mampu menampung 400
tentara lengkap dengan meriam yang menghadap seluruh penjuru pulau Banda neira
atas perintah Admiral Cornelis Speellman.
Dari benteng ini nampak jelas teluk Banda, beserta seluruh pesisir pulau
banda besar dan Gunung berapi yang berada dipulau sebelahnya.
|
Benteng Belgica |
|
Berlatar Gunung Api dengan para Jong Banda |
|
Para Jong Banda |
Turun dari Benteng Belgica, sudah
menanti Cilu Bintang yang berdiri megah. Mandi dan bersiap untuk menikmati makan malam bersama
seluruh tamu penghuni Cilu Bintang di halaman yang sekaligus menjadi restoran
taman, Hidangan ikan bakar dan berbagai masakan khas Banda tersaji. Temanku
makan malam adalah Carl seorang pensiunan Jerman, yang sudah berkali-kali
berkelana ke tempat-tempat eksotik di Indonesia, banyak cerita yang ia
sampaikan tentang berbagai pengalamannya berkeliling Indonesia. Abba Afrizal
juga mengenalkan ku dengan beberapa orang penting dalam pembangunan pariwisata
Kepualauan Banda, mulai dari Ketua Asita Bung ....Ketua HPI sekaligus wakil
Asita, Bung Caesar dan Abba Affrizal Sendiri selaku ketua PHRI Kep Banda.
Banyak cerita dan harapan mereka untuk memajukan pariwisata di kepulauan Banda
ini.